Jumat, 09 November 2012

Diktat Materi Dasar-Dasar Konsep Pemerintahan Fisip Unpad


1
 
 
DASAR-DASAR KONSEP PEMERINTAHAN


PENGERTIAN ETIMOLOGIS PEMERINTAHAN
Secara etimologis, pemerintahan dapat diartikan sebagai berikut:
1.    Memerintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh.
2.    Pemerintah berarti badan yang melakukan kekuasaan memerintah.
3.    Pemerintahan berarti perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah.
Di beberapa negara pemerintah dan pemerintahan tidak dibedakan: Inggris menyebutnya “Government” dan Perancis menyebutnya “Gouvernment”, keduanya berasal dari perkataan Latin “Gubernacalum”. Dalam bahasa arab disebut “Hukumat”. Di Amerika Serikat disebut “Administration”, sedangkan di Belanda mengartikan “Regering” sebagai penggunaan kekuasaan negara oleh yang berwenang untuk menentukan keputusan dan kebijaksanaan dalam rangka mewujudkan tujuan negara dan sebagai penguasa menetapkan perintah-perintah.
Jadi “Regeren” digunakan untuk pemerintahan pada tingkat nasional atau pusat. “Bestuur” diartikan sebagai keseluruhan badan pemerintah dan kegiatannya yang langsung berhubungan dengan usaha mewujudkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pemerintahan dikenal Binnenlandsbestuurs (Pemerintahan Dalam Negeri) dan Algemeenstuurs Dients (Pemerinatahan Umum atau Pemerintahan Pusat yang merupakan Korps Pamong Praja).
Untuk menyelenggarakan dan melaksanakan tujuan negara, pemerintah melakukan kegiatan-kegiatan pemerintahan dalam suatu negara. Di sini pengertian “pemerintah” dan “pemerintahan” dipakai dalam arti yang luas.
Pemerintahan dalam arti yang luas terbagi berdasarkan ajaran Trias Politica dari Montesquieu yang terdiri atas:
1.    Pembentukan undang-undang (legislative power atau wetgeving).
2.    Pelaksanaan (executive power atau uitvoering).
3.    Peradilan (judicial power atau rechtsprak).
C. Van Vollenhoeven menambahkan bagian ke-4, yaitu kepolisian pada bagian dari Montesquieu tersebut, sedang pembagian yang terakhir sekali dalam ilmu pengetahuan tentang Administrasi Negara telah melepaskan tripraja  dari Montesquieu dan catur praja Van Vollenhoeven, tetapi memakai pembagian yang termodern dalam ilmu administrasi, yaitu:
1.    Penentuan tugas dan tujuan negara, (policy making atau taak en doelsteling).
2.    Melaksanakan tugas negara (executing atau uitvoering).
Atas dasar uraian tersebut, maka dengan pengertian “pemerintah” dalam arti yang luas dimaksud dalam rangka ajaran tentang:
1. Tripraja dari Montesquieu meliputi:
a. Badan perundang-undangan
b. Badan pelaksana undang-undang
c. Badan peradilan
2. Caturpraja dari C. Van Vollenhoeven meliputi:
a.    Bestuur, atau pemerintahan, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan tujuan negara.
b.    Politie, adalah kekuasaan kepolisian untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum negara.
c.    Rechtsprak, atau peradilan adalah kekuasaan untuk menjamin keadilan di dalam negara.
d.    Regeling, atau pengaturan perundang-undangan, yaitu kekuasaan untuk membuat peraturan-peraturan umum dalam negara.
3. Pemerintah dalam arti yang luas menurut A.M. Donner  meliputi:
a.    Badan-badan pemerintahan di pusat yang menentukan haluan negara.
b.    Instansi yang melaksanakan keputusan badan-badan tersebut.

STUDI  PEMERINTAHAN
Tidak ada yang menyangkal bahwa “pemerintah” atau “pemerintahan” telah dipelajari sejak kira-kira tahun 400 S.M. Ahli-ahli pikir seperti Plato (429 - 347 S.M.) menulis mengenai pemerintahan dalam bukunya yang berjudul Politeia. Kata politeia diturunkan dari kata “polis” yang berarti kota. Dengan demikian maka buku karya Plato tersebut membahas tentang kota atau kekotaan. Tetapi yang dibicarakan bukan kota keseluruhan dalam arti mengenai unsur-unsur negara yang secara tradisional terdiri dari wilayah, rakyat dan pemerintah, melainkan hanya mengenai unsur-unsur yang ketiga saja yaitu “pemerintah”.
Oleh karena itu tepatlah kiranya jika politeia disalin menjadi “pemerintahan kota”. Karya lain dari Plato yang judulnya juga diturunkan dari istilah polis ialah “politikos” yang isinya membahas berbagai masalah yang berkaitan dengan pemerintahan dan kepemimpinan polis.
Murid Plato bernama Aristoteles (384 - 322 S.M.) meninggalkan pula buku yang berjudul “Politica”. Judul ini mengandung arti “polis” dan membicarakan masalah kepolisian. Bagi Aristoteles, politeia merupakan suatu bentuk pemerintahan yang terdiri dari sejumlah orang yang sebagian berasal dari rakyat yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik yang tidak mementingkan pribadinya melainkan mengabdi kepada masyarakat dan mengurus kepentingan umum.
Studi pemerintahan atau pemerintah (government) telah menyangkut beberapa jalur utama antara lain tentang klasifikasi pemerintahan misalnya kerajaan dan presidential, mengenai sumber dan pembagian kekuasaan, mengenai tahap-tahap pemerintahan dan lain sebagainya. Pembahasan ini tidak bermaksud membahas jalur-jalaur termaksud, hanya sekedar menyinggungnya di sana-sini.
Pada umumnya yang disebut pemerintah adalah sekelompok individu yang mempunyai wewenang tertentu untuk melaksanakan kekuasaan. Patokan ini berlaku untuk pemerintah yang berdaulat (sovereign). Pemerintah yang berdaulat mempunyai hak untuk mengurus dan mengatur rumah tangga nasional dan memiliki monopoli untuk melaksanakan kekuasaan yang bersifat memaksa. Di dalam pengurusan rumah tangga tersebut termasuk melindungi masyarakat dan wilayah negara, meningkatkan taraf hidup dan lingkungan hidup, memelihara keamanan dan ketertiban umum dan sebagainya.
Dalam perumusan pemerintah tersimpul kata-kata mempunyai wewenang. Jika kata-kata ini merupakan hal mengesahkan atau legalisasi atau legitimasi pelaksanaan monopoli kekuasaan pemerintah atau kata-kata tersebut yang menjadikan syahnya segala perbuatan dan tindak tanduk pemerintah, maka perumusan pemerintah dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut: “Pemerintah adalah sekelompok individu yang mempunyai dan melaksanakan wewenang yang syah dan melindungi, serta meningkatkan taraf hidup masyarakat, melalui perbuatan dan pelaksanaan berbagai keputusan”.
Keputusan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah berbentuk peraturan perundang-undangan untuk mengatur dan membina seluruh kehidupan masyarakat. Peraturan tersebut dapat tertulis atau tidak tertulis, yang pasti adalah sesuatu produk hasil dari pengambilan keputusan pemerintah.
Perumusan di atas ternyata menimbulkan beberapa batas bagi eksistensinya pemerintah. Batas termaksud misalnya kemampuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengatur dan mengurus rumah tangga nasional, bentuk pemerintah tidak memenuhi kehendak dan selera masyarakat atau susunan pemerintah dipandang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan waktu. Dalam hal demikian, maka akan terjadilah perubahan pemerintahan yang dapat berbentuk perubahan sistem atau struktur pemerintah, misalnya dari sistem diktator menjadi sistem demokrasi.
Kadang-kadang timbul pemerintah dalam bentuk campuran. Dua jenis pemerintah diperumpamakan dua ujung yang dihubungkan dengan suatu garis. Pada garis itulah bergerak dan bergeser titik yang menunjukkan pemerintah berbentuk campuran. Terlepas di mana bentuk campuran tersebut berada, jika menghadapi suatu pemerintah tertentu, seolah-olah akan terpaksa menempatkannya kepada salah satu bentuk campuran tersebut.
Pembedaan yang umum diadakan antara berbagai bentuk pemerintah adalah pemerintah yang monopolitis dan yang menganut persaingan bebas, pemerintah yang terdiri dari satu orang dan yang terdiri dari sekelompok orang, pemerintah yang demokratis dan yang totaliter dan sebagainya. Di antara pemerintah-pemerintah tersebut terdapat pula yang bentuknya tidak murni dalam arti bahwa pemerintah tersebut mengandung sedikit banyak bentuk pemerintahan lainnya.
Penggolongan dan pembedaan bentuk pemerintah tersebut didasarkan kepada dua ukuran, yaitu:
1.    Organisasi pemerintah.
2.    Tindak kontrol yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakatnya.
Di dalam ukuran tersebut tersimpul tiga unsur, yaitu:
1.    Moral;
2.    Struktural;
3.    Perilaku politik.
Ketiga unsur tersebut berbeda, tetapi tidak terpisah satu sama lain.
Aspek moral adalah mengenai adil, baik, bijaksana, kesamaan atau persamaan dan lain sebagainya. Teori moral ini dengan demikian bersangkutan dengan ukuran baik dan buruk, adil dan lalim dan sebagainya. Oleh karena itu disebut aspek normative. Terutama para ahli pikir, misalnya Plato, Aristoteles dan para penerusnya memasalahkan moral yang harus tersimpul dalam pemerintah, khususnya dalam tujuan dan aktivitas pemerintah.
Dibahas oleh mereka mengenai pemerintah yang bagaimana yang disebut adil dan siapa yang sebaiknya menjadi pemerintah. Pembahasan lain untuk menyimpulkan keadilan dalam pemerintah ialah dengan cara mengadakan pembagian kekuasaan atau dengan memberikan supremasi kepada undang-undang, karena sesuai dengan undang-undang dipandang sesuatu yang adil. Selanjutnya keadilan itu dipergunakan juga sebagai tujuan yang harus dicapai dan direalisir oleh pemerintah. Dengan demikian keadilan dipergunakan sebagai ukuran tujuan dan atau aktivitas pemerintah.
Menjelang abad pertengahan muncul para strukturalis yang memasalahkan pengaturan dan perlengkapan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan. Sepanjang bentuk pemerintahan dipandang sebagai antara untuk mencapai tujuan pemerintah atau tujuan masyarakat, maka aspek struktur ini tentu berhubungan dengan aspek moral. Pikiran pokok mengenai struktur menuju langsung kepada penilaian bentuk pemerintahan berdasarkan pertimbangan normatif mencari bentuk yang paling cocok dengan pencapaian tujuan masyarakat.
Orang-orang klasik yang memusatkan perhatiannya kepada hal-hal normatif dan para strukturalis sama berpendapat bahwa aspek perilaku merupakan  suatu konflik. Tetapi mereka sependapat pula bahwa pertentangan atau konflik adalah pernyataan normal dari kodrat manusia. Sebagaimana diketahui konflik demikian terdapat pada hasrat memisahkan diri, hasrat paguyuban dan hasrat patembayan dan sebagainya. Konflik ini dipergunakan pula oleh Thomas Hobbes dalam mencari dasar falsafah bagi kekuasaan yang absolut yang ada pada raja.
Thomas Hobbes (1588-1679) berpendapat bahwa keadaan alamiah manusia ialah selalu dalam keadaan berjuang, manusia melawan manusia karena takut manusia lain akan mendahuluinya dan mendapat lebih banyak pujian dan penghormatan dari pada ia sendiri. Dalam keadaan permulaan, ketika belum ada negara dinamakan oleh Thomas Hobbes sebagai keadaan alamiah, terdapat peperangan antara manusia melawan manusia yang tidak ada hentinya. Keadaan ini dinamakan oleh Hobbes sebagai “bellum omnium contra omnes”, yaitu peperangan manusia melawan manusia.
Dalam keadaan ini manusia menyatakan perasaannya yang egoistis. Di sini tidak dapat dibedakan antara adil dan tidak adil, yang berlaku hanyalah nafsu-nafsu manusia. Untuk keadilan diperlukan aturan atau undang-undang. Undang-undang diperlukan untuk mengukur atau menilai perbuatan manusia dan diperlukanlah pembuat undang-undang.

TEKNIK-TEKNIK PEMERINTAHAN
Yang dimaksud dengan teknik-teknik pemerintahan adalah berbagai pengetahuan, kepandaian dan keahlian tertentu yang dapat ditempuh atau digunakan untuk melaksanakan dan menyelenggarakan berbagai peristiwa pemerintahan.
Di Indonesia, perlu diketahui teknik-teknik sebagai berikut:
A. Koordinasi
Menurut Prof. Terry, koordinasi adalah: Co-ordination is the orderly synchronisation of efforts to provide the proper amount, timing and directing of execution resulting in harmonious and unified action to stated objective. Menurut James D. Mooney, koordinasi adalah: Co-ordination, therefore is the orderly arrangement of group effort, to provide unity of action in the pursuit of a common purpose.
Melihat pengertian-pengertian di atas, maka unsur-unsur yang diperlukan dalam koordinasi adalah:
a. Pengaturan
b. Sinkronisasi
c. Kepentingan bersama
d. Tujuan bersama
B. Partisipasi
Menurut Davis, partisipasi adalah: Participation is defined as an individuals mental and emotional involvement in a group situation that encourages him to contribute to group goals and to share responsibility for them.
C. Desentralisasi
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah: Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat atau daerah tingkat atasnya kepada daerah, menjadi urusan rumah tangganya.
D. Dekonsentrasi
Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah: Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang, dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di Daerah.
E. Sentralisasi
Sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan pada Pemerintah Pusat, dalam hubungan Pusat dan Daerah, pada suatu sistem pemerintahan.
F. Integrasi
Integrasi adalah usaha yang dilakukan untuk mempengaruhi sikap rakyat sedemikian rupa sehingga mereka dapat memberi keputusan kepada organisasi atau pemerintah pusat.
Misalnya, usaha pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap Irian Jaya dan Timor-Timur (masing-masing dijadikan Propinsi Daerah Tingkat I), sehingga dengan hubungan antar Pusat dan Daerah dan tindakan disipliner yang baik kegiatan-kegiatan menjadi saling mengisi dan terarah dalam mencapai tugas pokok, demi perbaikan kepentingan bangsa dan negara.
G. Delegasi
Delegasi adalah suatu proses di mana otoritas seorang atasan diteruskan ke bawah kepada seorang bawahan.
Kemampuan untuk mendelegasikan wewenang (the ability to delegate authority) adalah salah satu dari empat hal yang sangat penting dalam kepemimpinan. Keseluruhan empat hal tersebut adalah sebagai berikut:
1) The ability to see an enterprise as a whole
2) The ability to delegate authority
3) The ability to common loyalty
4) The ability to make decision.
SISTEMATIKA PEMERINTAHAN
Pemerintahan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, sebagai berikut:
A. Pemerintahan Konsentratif
B. Pemerintahan Dekonsentratif
            Pemerintahan Dekonsentratif dapat pula dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:
A. Pemerintahan Dalam Negeri
B. Pemerintahan Luar Negeri
            Pemerintahan Dalam Negeri dapat pula dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu:
A. Pemerintahan Sentral
B. Pemerintahan Desentral
            Pemerintahan Sentral lebih lanjut dapat diperinci menjadi dua golongan besar, yaitu:
A. Pemerintahan Umum
B. Bukan Pemerintahan Umum
            Yang dimaksud ke dalam bukan pemerintahan umum adalah:
A. Pertahanan Keamanan
B. Peradilan
C. Luar Negeri
D. Moneter, dalam arti mencetak uang, menentukan nilai mata uang dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar