|
TUJUAN
DAN ASAS PEMERINTAHAN
TUJUAN
PEMERINTAHAN INDONESIA
Walaupun
pemerintahan itu dapat berbeda-beda, tergantung pada ideologi yang hidup di
dalam masyarakatnya dan falsafah hidup yang mendasarinya, namun dapat pula kita
menemukan beberapa hal yang dapat kita anggap mempunyai sifat essensial, yang
karenanya harus menjadi tujuan dari setiap pemerintahan. Hal tersebut terlepas
dari ideologi yang dianut rakyat negara itu. Tujuan yang essensial ini
mempunyai sifat mutlak dan secara minimal harus terdapat di dalam setiap
negara.
Demokrasi sebagai
sistem pemerintahan oleh rakyat tentunya mengandung pengertian, bahwa demokrasi
itu juga merupakan sistem pemerintahan untuk rakyat. Dengan demikian tujuan dan
tugas pemerintahan dalam demokrasi pada pokoknya harus diarahkan kepada terpenuhinya
kepentingan rakyat pada umumnya. Ini lazim dinamakan "kepentingan
umum" atau "kepentingan nasional", jadi bukan kepentingan
pribadi dari para pemegang kekuasaan pemerintahan.
Perumusan tujuan
dan tugas pemerintah secara luas ini memerlukan perincian dari Ilmu Negara
dalam bidang politik.
Mengingat
kedudukan suatu Negara dalam keseluruhannya maka perhatian pertama-tama layak
ditujukan kepada hal mempertahankan Negara itu terhadap gangguan dari luar. Ini
dapat dikatakan mengenai "kepastian extern" (external security).
Kemudian ke dalam
harus ada ketentraman dan keamanan diantara para anggota masyarakat dari
Negara. Ini dapat dikatakan "ketertiban intern" (internal order).
Ketertiban intern
ini perlu, agar terpenuhi kepentingan konkrit dari para anggota masyarakat,
agar mereka sehari-hari hidup berbahagia, baik jasmaniah maupun rohaniah. Ini
dapat dikatakan mengenai "Kesejahteraan Rakyat".
Dalam hal mengejar
Kesejahteraan Rakyat ini perlu ada usaha agar diurut suatu garis yang tidak
menyimpang dari "kebenaran dan keadilan". Landasan filosofis tujuan Sistem Pemerintahan
Indonesia adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Adapun landasan segi
politisnya adalah Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara (GBHN), sebagai arah
dan strategi pembangunan bangsa, serta menjadi kepentingan seluruh rakyat
Indonesia dan keberhasilan pelaksanaannya sangat tergantung kepada partisipasi
seluruh masyarakat.
Pemerintahan
Indonesia didirikan bukan tanpa tujuan. Dari sejak permulaan tujuan itu telah
ada dan jelas tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang
menjadi cita-cita Kemerdekaan.
Untuk mencapai
tujuan itu perlu ada kejelasan arah dan usaha, serta ukuran-ukuran, yang dapat
dijadikan pedoman oleh bangsa Indonesia dalam perjuangannya dari masa ke masa
untuk mewujudkan tujuan yang diidam-idamkan tersebut. Para pendiri republik ini
pagi-pagi telah menyadari akan perlunya hal itu. Pedoman yang berisikan arah,
tujuan dan cara-cara yang perlu diperhatikan dalam perjuangan mencapai tujuan
yang di dalam UUD 1945 disebut Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara (GBHN).
Adapun tujuan dari
sistem pemerintahan Indonesia itu adalah sebagai berikut:
A.
Ketertiban Intern (Internal Order)
Tidak kurang
penting bagi hidupnya suatu negara ialah ketertiban intern yang harus ada di
dalam wilayah negara. Hal ini menjadikan setiap orang dapat merasa aman dan
tenteram hidup di dalam negara, serta merasa terjamin keselamatan dirinya.
Bilamana tujuan ini tidak tercapai, maka eksistensi atau kelangsungan hidup
negara itu tidak mempunyai dasar lagi, sebab ia tidak mampu menyelenggarakan
tujuan primer yang paling utama dari eksistensinya itu. Lagi pula, dapat
tercapai tidaknya tujuan-tujuan negara yang lainnya bergantung sepenuhnya
kepada kemampuan negara untuk menunaikan tujuan utama tadi.
Sekalipun
demikian, bilamana yang menjadi tujuan negara itu hanyalah penyelenggaraan dan
pengawasan ketertiban belaka maka negara tiada lain dari pada suatu alat
penertiban semata-mata. Dalam negara modern, tujuan negara itu tidak terbatas
pada pemeliharaan ketertiban saja, tapi juga tercapainya kesejahteraan bagi
semua warga negara dan tingkat peradaban yang lebih tinggi.
Berbicara tentang
ketertiban intern dalam suatu negara, adalah mengenai tata-tertib yang harus
ada dalam hidup kenegaraan antara para anggota masyarakat, antara mereka di
satu pihak dan alat-alat perlengkapan dari pemerintah di pihak lain, antara
alat-alat perlengkapan itu sendiri dalam perhubungan mereka satu sama lain.
Ketertiban itu
dalam negara erat hubungannya dengan keamanan dalam masyarakat. Ada suatu
instansi yang khusus ditugaskan untuk menjaga adanya ketertiban dan keamanan
dalam negeri ini, yaitu instansi Kepolisian.
Keperluan akan
adanya ketertiban ini baru benar-benar dirasakan apabila orang mengalami suatu
kekacauan dalam masyarakat. Kemudian timbul kesibukan untuk mengatasi kekacauan
itu dan ini tidak selalu mudah. Oleh karenanya diusahakan sejauh mungkin,
jangan sampai ada kekacauan atau hal sesuatu diatur sedemikian rupa sehinggga,
kalau timbul kekacauan, akan mudah untuk mengatasinya.
Memang
benarlah pepatah "Guverner c'est
prevoir" yang berarti bahwa, memerintah adalah memikirkan di muka,
agar hal sesuatu yang tidak baik, jangan sampai terjadi. Lebih baik untuk
menjaga, agar terhindar dari suatu penyakit dari pada membiarkan suatu penyakit
timbul dan baru kemudian berusaha menyembuhkannya.
Justru
disinilah nampak pentingnya keterampilan dalam menjalankan pemerintahan dan
keterampilan ini dapat lebih mendekati sifat seorang seniman dari pada sifat
seorang cendekiawan. Inilah yang dinamakan "regeerkunst"
atau kesenian memerintah.
Dengan
demikian sekiranya tidak benar, apabila di jaman Yunani kuno dikatakan, bahwa
orang-orang ahli filsafatlah yang paling pandai memegang kekuasaan pemerintahan
dalam suatu negara.
B.
Kesejahteraan Rakyat
Dalam
hal mengejar tujuan ini ada faham yang berpendapat, bahwa keputusan-keputusan
adalah cara untuk menentukan berbagai usaha untuk mengejar tujuan dan dapat
dibuat pula untuk kepentingan individu oleh orang lain. Jadi keputusan itu
dapat "made by him self" atau
"made for him". Paham yang pertama menimbulkan "teori demokrasi" dan paham
yang kedua menumbuhkan "teori
otokrasi" dan "teori
totaliter".
Tetapi
walaupun kepentingan dan kesejahteraan individu sangat dipentingkan, dalam
teori-teori kenegaraan modern kepentingan dan kesejahteraan seluruh masyarakat
atau kesejahteraan umum ini tidak boleh diabaikan pula. Ini berarti, bahwa
negara di samping menyelenggarakan kesejahteraan dan kepentingan individu harus
juga berdaya upaya untuk meningkatkan usaha bersama untuk mencapai tujuan yang
tidak mungkin dapat dicapai individu atau kelompok-kelompok individu
masing-masing.
Tujuan
dan tugas pemerintah mengenai kesejahteraan rakyat ialah untuk memajukan baik
kesejahteraan para oknum maupun kesejahteraan masyarakat dalam keseluruhannya
dan dalam arti yang seluas-luasnya.
Kepada
orang-orang tani harus diberi kesempatan untuk sebanyak mungkin mendapat untung
dari hasil pertanian, misalnya jangan sampai mereka kekurangan bibit dan pupuk
serta diberi penerangan tentang tekhnik baru untuk mengolah tanah.
Kepada
para pedagang harus diberi kesempatan mengangkut barang-barang dagangannya dari
satu tempat ke lain tempat dengan disediakan jalan-jalan yang baik dan alat-alat pengangkutan yang tidak
memerlukan banyak biaya.
Kepada
para usahawan harus diberi cukup luang untuk
memperkembangkan perusahaannya dengan menghilangkan hambatan-hambatan
yang mungkin diderita oleh mereka.
Para
kaum buruh dan tenaga kerja pada umumnya harus mendapat upah yang pantas. Para
penduduk pada umumnya harus dihindarkan dari kekurangan sandang dan pangan,
dari pengangguran, dari epidemi pelbagai penyakit dan lain-lain malapetaka.
Kesejahteraan
rakyat juga meliputi kebutuhan rakyat dalam bidang kesehatan, pendidikan,
kebudayaan, hiburan dan lain-lain sebagainya.
Pada
jaman modern ada perumusan "freedom
from fear and want" atau "bebas dari ketakutan dan
keinginan", yang berarti bahwa rakyat dalam penghidupannya sehari-hari
jangan selalu takut akan menderita sesuatu dan supaya keinginan-keinginannya
seberapa boleh dipenuhi.
Tugas-tugas
semua ini oleh pemerintah dapat dibebankan juga pada para golongan swasta dari
masyarakat, yang mampu dan terorganisasi untuk itu. Tetapi pemerintahlah yang
menampung segala sesuatu yang masih terlantar atau kurang cukup mendapat
perhatian.
C.
Kebenaran dan Keadilan
Apakah
keadilan itu ? Pertanyaan ini sangat sukar untuk dijawab. Antara lain
Aristoteles mengemukakan bahwa "keadilan" tidak berarti bahwa setiap
orang memperoleh bagian yang sama banyaknya atau sama besarnya dari sesuatu.
Konsepsi tentang keadilan seperti dikemukakan Aristoteles, teramat sukar untuk
dipraktekan apalagi untuk dijadikan ketentuan atau peraturan yang dibuat oleh
negara. Sebabnya ialah negara tidak mungkin untuk berlaku adil dengan cara
membuat ketentuan-ketentuan ataupun peraturan hukum yang khusus untuk setiap
orang, melainkan hanya dapat membuat ketentuan atau peraturan yang bersifat
umum saja.
Oleh karena itu
peraturan hukum tidak dibuat secara khusus untuk mengadili suatu peristiwa
tertentu yang secara kongkrit telah terjadi, melainkan diadakan untuk menyelesaikan
peristiwa yang mungkin terjadi, sehingga peristiwa yang diatur peraturan hukum
itu bersifat abstrak dan hipotesis. Sedangkan penerapannya secara khusus
diserahkan kepada para fungsionaris negara yang diberi wewenang untuk
melaksanakan tugas tersebut.
Kesejahteraan
para anggota masyarakat, apabila tercapai, belumlah cukup bagi pemerintahan
yang baik. Di samping kesejahteraan ini dirasakan perlu adanya "kebenaran
dan keadilan".
Pemberian
kesejahteraan harus berdasar atas kebenaran, yaitu atas hal yang benar, tidak
atas hal yang tidak benar. Seorang pemalas misalnya tidak pantas diberi
kesejahteraan. Orang itu harus merubah sikapnya dulu menjadi orang yang rajin
bekerja.
Apabila
seorang menjadi kaya raya sebagai akibat dari pada menipu orang-orang lain atau
akibat dari menyelewengkan kepercayaan yang diberikan kepadanya, maka gejala
semacam ini tidak boleh dibiarkan begitu saja oleh pemerintah.
Kekayaan
yang diperoleh dengan jalan korupsi, tidak pantas mendapat perlindungan, bahkan
kalau perlu, harus dikembalikan kepada yang lebih berhak atas itu.
Janganlah
sampai hal yang benar, tidak dibenarkan dan hal yang tidak benar dibenarkan.
Kebenaran ini selalu didampingi dengan keadilan sebagai hal yang juga harus
dikejar.
Kalau
seorang mendapat kesejahteraan sebagai akibat pekerjaan yang cukup rajin dan
jujur, maka seorang tetangga yang kurang rajin dan tidak jujur dalam
pekerjaannya, sepantasnya juga diberikan kesempatan untuk mendapat
kesejahteraan yang setimpal.
Jangan
sampai dalam hal ini diadakan diskriminasi, berdasar atas perbedaan
suku-bangsa, perbedaan agama, perbedaan daerah, perbedaan hubungan
kekeluargaan, perbedaan warna kulit dan lain-lain sebagainya.
Tiap
negara mempunyai instansi khusus yang resmi ditugaskan memberi peradilan
diantara para anggota masyarakat yang saling bertengkar, yaitu Instansi
Kehakiman dengan Badan-badan Pengadilan dan Hakim-hakimnya.
Orang
tidak boleh menghakimi sendiri suatu sengketa dengan orang lain. Kalau ini
diperbolehkan, akan timbul apa yang dinamakan "anarchie" atau ketiadaan ketertiban.
Di
luar Badan-badan Pengadilan, Badan-badan Pemerintahan dan orang-orang penguasa
pun harus mengejar keadilan dalam perintah-perintah dan tindakan-tindakannya
atau barangkali lebih konkrit, janganlah mereka dalam menjalankan tugas
masing-masing memperlakukan suatu pihak secara tidak adil dan secara berat
sebelah.
Badan-badan Legislatif dalam merancangkan dan
membikin undang-undang harus memperhatikan keadilan. Jangan sampai, suatu
undang-undang mengandung peraturan yang bersifat diskriminatif dan
menguntungkan satu pihak saja yang tidak seimbang dengan apa yang dibagikan
kepada pihak lain.
Kebenaran
dan keadilan ini tidak hanya diharapkan dari badan-badan pemerintah saja,
melainkan juga dari kalangan swasta. Organisasi-organisasi swasta dalam bidang
agama, kesenian, perdagangan, perindustrian, pertanian dan lain-lain sebagainya, meliputi sejumlah
besar anggota-anggota, yang kepentingan-kepentingannya harus diperhatikan oleh
para pengurus secara sesuai dengan kebenaran dan keadilan.
Kalau
ini tidak diperhatikan, pada suatu waktu akan meletus suatu perpecahan di
antara para anggota organisasi-organisasi tersebut, yang mungkin menghebat
sampai saling menyerang secara fisik. Apabila sampai demikian adanya, maka
pemerintahlah yang wajib turun tangan untuk menenangkan mereka yang bertengkar,
melalui jalan yang benar dan adil.
Dalam
mengejar kebenaran dan keadilan ini, pemerintah harus tidak buta pada realitas,
bahwa dalam masyarakat, sering saling berpihak atau dua pihak, yang tidak sama
kekuatannya dalam hal perekonomian. Dalam hal ini tidak boleh dibiarkan saja
pihak yang lemah diganyang mentah-mentah oleh pihak yang kuat. Pemerintah harus
mencari jalan agar ada "fair
play" antara kedua belah pihak itu. Misalnya kepada pihak yang lemah
diberi bantuan gratis dari seorang pengacara yang ditunjuk oleh pemerintah.
Keharusan
adanya kebenaran dan keadilan ini tidak terbatas pada wilayah suatu negara
tertentu. Di antara perbagai negara pun diharapkan suatu keadaan, di mana
kebenaran dan keadilan diperhatikan secukupnya. Oleh karena sampai sekarang
belum saja ada suatu Badan Internasional, yang dapat memaksa suatu negara
tertentu untuk melakukan sesuatu, maka dalam perhubungan internasional ini
masih tergantung pada goodwill masing-masing
negara, sampai dimana kebenaran dan keadilan itu diperhatikan.
Dalam
hal ini harus diingat oleh masing-masing negara, bahwa tindakan yang mereka
lakukan dengan menyimpang dari kebenaran dan keadilan, akan dibalas dengan
tindakan serupa dari negara lain. Maka dapat diharapkan, bahwa untuk
kepentingannya sendiri, mereka akan sedapat mungkin menghindarkan diri dari
sikap dan laku, yang mengingkari kebenaran dan keadilan.
Dan
resiprositas atau saling memperlakukan secara timbal balik ini, dunia akan
menemukan perimbangan kekuatan dalam perhubungan internasional sebagai syarat
mutlak untuk mencapai koeksistensi dalam menciptakan perdamaian.
D.
Pertahanan
Tujuan
penting lainnya adalah mempertahankan eksistensi manusia atau warga negara
dengan jalan memelihara kelangsungan hidup negara, terutama melindungi warga
negara dan pemerintahan dari ancaman-ancaman dan gangguan-gangguan yang datang
dari luar yang bertujuan untuk menganggu, merongrong atau bahkan menghancurkan
eksistensi pemerintahan.
Tujuan pertahanan
ini merupakan tujuan ekstern, yakni
tercapainya suatu "external
security", karena ditujukan khusus terhadap serangan-serangan yang
mungkin datang dari musuh yang berada atau berasal dari luar wilayah negara.
Dengan
perkataan lain: kemungkinan datangnya gangguan keamanan dari luar negeri yang
harus dihadapi dan ditanggulangi adalah ancaman perang yang datang dari negara
lain. Untuk melaksanakan tujuan ini mau tidak mau negara harus menyusun
angkatan perang, suatu kekuatan bersenjata yang seharusnya dipergunakan
terutama bukan untuk menyerang musuh melainkan untuk membela diri dan
mempertahankan eksistensinya bilamana datang serangan musuh dari luar itu.
Ucapan
klasik Julius Caesar: "Si vis pacem para bellum", yang
berarti lebih kurang: "Bilamana kita menginginkan perdamaian, kita harus
mempersiapkan diri untuk berperang". Kiranya kebenarannya dari dulu hingga
sekarang masih tetap berlaku.
Sistem
pemerintahan yang kita anut dan kita selenggarakan atau yang berlaku di
Indonesia ini, ditujukan dalam usaha untuk meningkatkan:
1. Bidang Ekonomi, yang meliputi:
a. Pertanian g. Perdagangan
b. Industri h. Koperasi
c. Pertambangan i. Usaha swasta dan golongan ekonomi lemah
d. Energi j. Tenaga Kerja
e. Prasarana k. Transmigrasi
f. Pariwisata l. Pembangunan Daerah dan lingkungan hidup
2.
Bidang Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Sosial Budaya
a. Agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha esa
b. Pendidikan
c. Kebudayaan
d. Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Penelitian
e. Kesehatan
f. Keluarga
Berencana
g. Kependudukan
h. Perumahan
i. Kesejahteraan
Sosial
j. Generasi Muda
k. Peranan Wanita
dalam Pembangunan dan Pembinaan Bangsa
3.
Bidang Politik, Aparatur Pemerintah, Hukum, Penerangan dan Pers, serta Hubungan
Luar Negeri
a. Politik
b. Aparatur
Pemerintah
c. Hukum
d. Penerangan dan
Pers
e. Hubungan Luar
Negeri
4. Bidang Pertahanan dan Keamanan
Nasional
Dengan memupuk
rasa kesadaran dan tanggung jawab seluruh bangsa atas keamanan dan kedaulatan
negara dan bangsa dengan kekuatan Angkatan Bersenjata sebagai pelopornya.
Kebutuhan-kebutuhan
yang kita uraikan di atas itulah, yakni kebutuhan akan keamanan dan ketertiban,
pertahanan, kemakmuran dan kesejahteraan, keadilan dan akhirnya kebebasan yang
kesemuanya merupakan kebutuhan yang paling fundamental serta essensial bagi
umat manusia, yang diharapkan dapat tercapai dengan usaha manusia melalui
pembentukan proses pemerintahan.
Tegasnya,
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut bagi para warga negaranya harus
menjadi tujuan dari setiap negara, walau apapun ideologi yang dijadikan dasar
pemerintahan. Akan tetapi, seperti telah dikatakan pula di atas,
penyelenggaraan kebutuhan-kebutuhan tadi, tidak bisa tidak, tentu akan
dipengaruhi oleh ideologi yang dianut oleh rakyat sesuatu negara dan yang
menjadi dasar dari negara itu. Dan ideologi ini dapat berbeda-beda di antara
berbagai-bagai bangsa di dunia ini.
ASAS-ASAS
PEMERINTAHAN
Asas
adalah dasar, pedoman atau sesuatu yang dianggap kebenaran yang menjadi tujuan
berpikir dan prinsip yang menjadi pegangan. Dengan demikian yang menjadi asas
pemerintahan adalah dasar dari suatu sistem pemerintahan seperti ideologi suatu
bangsa, falsafah hidup, dan konstitusi yang membentuk sistem pemerintahannya.
Untuk
itu dalam membahas asas suatu pemerintahan, kita perlu melihat berbagai
prinsip, pokok pikiran, tujuan, struktur organisasi, faktor kekuatan, dan
proses pembentukan suatu negara. Hal ini perlu, karena sebagaimana sifat dari
Ilmu Pemerintahan itu sendiri, maka dalam menentukan asas pemerintahan ini yang
diselidiki hanyalah asas pemerintahan dari suatu negara tertentu, bukan
pemerintahan pada umumnya.
Berbagai
pemerintahan negara memang memiliki sistem pemerintahan yang berbeda sama
sekali dengan negara lain, yang berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi
setempat. Bahkan satu negara akan berkembang sesuai ruang dan waktu; misalnya
pemerintahan era orde lama cukup berbeda dibandingkan dengan era orde baru di
Indonesia.
Adapun
beberapa asas pemerintahan yang perlu diketahui tersebut, antara lain adalah
sebagai berikut:
1).
Asas Aktif
Pemerintahan memiliki sumber utama pembangunan, seperti keahlian, dana,
kewenangan, organisasi dan lain-lain. Di negara-negara berkembang pemerintah
senantiasa berada pada posisi sentaral. Oleh karena itu pemerintah memegang
peranan inovatif dan inventif. Bahkan pemerintah mengurus seluruh permasalahan
pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan, mulai dari orang-orang yang belum
lahir ke dunia (dengan Keluarga Berencana) sampai pada orang-orang yang sudah
meninggal dunia (dengan Dinas pemakamannya). Jadi pemerintah itu di mana pun
selalu aktif.
2).
Asas Vrij Bestuur
"Vrij" berarti
kosong, sedangkan "Bestuur" berarti
pemerintahan. Jadi vrij bestuur adalah
kekosongan pemerintahan. Hal ini timbul karena tidak semua penjabaran setiap
departemen dan non departemen sampai ke kecamatan-kecamatan, apalagi ke
kelurahan-kelurahan dan desa-desa.
Sebagai contoh, disuatu tempat dapat saja terjadi ketidakhadiran jajaran
Departemen Parpostel, sehingga surat menyurat menumpuk di kecamatan tersebut,
baik surat-surat dinas maupun surat-surat pribadi terbengkalai, karena aparat
pelaksananya kosong. Oleh karena itu, pekerjaan tersebut dibebankan kepada
aparat kecamatan. Inilah yang dimaksud dengan Vrij Bestuur. Asas ini biasanya
disebut juga asas mengisi kekosongan.
3).
Asas Freies Ermessen
Berlainan dengan
asas vrij bestuur tersebut di atas, di mana pekerjaan itu ada tetapi aparat
pelaksananya tidak ada. Pada asas Freies
Ermessen, pekerjaan itu memang belum ada dan musti dicari dan ditemukan
sendiri. Jadi terlepas dari hanya sekedar mengurus hal-hak yang secara tegas
telah digariskan oleh Pemerintah Pusat atau pemerintah tingkat yang lebih atas,
untuk pertangggungan jawab hasilnya. Dalam hal ini pemerintah bebas mengurus
dan menemukan inisiatif pekerjaan beru, sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku ataupun ketentuan-ketentuan lain yang
berkenaan dengan norma suatu tempat.
4).
Asas Historik
Asas historis
adalah asas dalam penyelengaraan pemerintahan, bila terjadi suatu peristiwa
pemerintahan, untuk menanggulanginya pemerintah berpedoman kepada
penanggulangan dan pemecahan peristiwa yang lalu, yang pernah terjadi.
5).
Asas Etis
Asas etis adalah
asas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah tidak lepas memperhatikan
kaidah moral. Oleh karenanya di negara Indonesia pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila senantiasa digalakkan, di samping setiap
agama berlomba menyampaikan, bahwa pemerintahan bukan masalah sekuler yang
terpisah jauh dari etika dan moral.
6).
Asas otomatis
Asas otomatis
adalah asas dengan sendirinya, yaitu bila ada suatu kegiatan baru yang di luar
tanggung jawab suatu departemen maupun non departemen, baik sifatnya rutin
maupun sewaktu-waktu, maka dengan sendirinya pekerjaan itu dipimpin oleh aparat
Departemen Dalam Negeri sebagai poros pemerintahan dalam negeri, walaupun
dengan melibatkan aparat-aparat lain. Misalnya kepentingan hari-hari besar
nasional, penyambutan tamu-tamu negara, dan lain-lain. Di daerah,
kegiatan-kegiatan tersebut dikelola oleh Pemerintah Daerah.
7).
Asas Detournement de Pauvoir
Apabila dalam
penyelenggaraan suatu pemerintahan, tidak dilaksanakan salah satu atau
keseluruhan dari asas-asas tersebut di atas, maka penyelenggaraan pemerintahan
tersebut disebut memakai asas Detournement de Pauvoir.
B.
Asas-asas Pemerintahan Indonesia
Tentang
asas-asas pemerintahan yang berlaku di Indonesia Taliziduhu menguraikan sebagai berikut: "Pengertian asas
dalam hubungan ini adalah dalam arti
khusus. Secara umum dapat dikatakan
bahwa asas-asas pemerintahan tercantum dalam pedoman-pedoman,
peraturan-peraturan, dan jika diusut sampai ke tingkat, tibalah pada
Pancasila".
Dalam
menjalankan pemerintahan secara luas itu Pemerintah berpegang pada dua macam
asas, yaitu asas keahlian atau asas fungsional dan asas kedaerahan ke dua asas
ini didasarkan pada ideologi bangsa dan cita-cita bangsa yaitu berdasar pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
1).
Asas Keahlian (Asas Fungsional)
Yang dimaksud
dengan asas keahlian atau asas funsional adalah suatu asas yang menghendaki
tiap urutan kepentingan umum diserahkan kepada para ahli untuk diselenggarakan
secara fungsional dan hal ini terdapat pada susunan Pemerintah pusat, yaitu
Departemen-departemen.
2).
Asas Kedaerahan
Dengan
berkembangnya tugas-tugasnya serta kepentingan-kepentingan yang harus
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maka demi kebaikan serta kelancaran
jalannya pemerintahan di samping asas di atas juga berpegang pada asas
kedaerahan, di mana asas ini ditempuh dengan sistem dekonsentrasi dan
desentralisasi.
Adapun asas-asas
penyelenggaraan Pemerintah menurut UU. No. 5 Tahun 1974, dijelaskan sebagai
berikut: “Sebagai konsekuensi dari pasal 18 UUD 1945 yang kemudian diperjelas
dalam GBHN, Pemerintah diwajibkan melaksanakan asas desentralisasi dan
dekonsentrasi dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah. Tetapi di samping
asas desentralisasi dan dekonsentrasi, UU ini juga memberikan dasar-dasar bagi
penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di daerah menurut asas tugas
pembantuan”.
Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan yang dimaksud adalah
sebagai berikut:
a.
Desentralisasi
Urusan-urusan
pemerintahan yang telah diserahkan kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan asas
desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab Daerah
sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa sepenuhnya diserahkan kepada Daerah, baik
yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, maupun yang
menyakut segi-segi pembiayaannya.
b.
Dekonsentrasi
Oleh karena tidak
semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah menurut asas
desentralisasi, maka penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan di Daerah
dilaksanakan oleh perangkat Pemerintah di Daerah berdasarkan asas dekonsentrasi.
Urusan-urusan yang dilimpahkan oleh Pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di
daerah menurut asas dekonsentrasi ini tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah
Pusat, baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaannya.
Unsur pelaksananya
adalah terutama Instansi-instansi vertikal, yang dikoordinasikan oleh Kepala
Daerah dalam kedudukannya selaku perangkat Pemerintah pusat, tetapi
kebijaksanaan terhadap pelaksanaan urusan dekonsentrasi tersebut sepenuhnya
ditentukan oleh Pemerintah Pusat.
c.
Tugas Pembantuan
Tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah menjadi
urusan rumah tangganya. Jadi beberapa urusan pemerintah masih tetap merupakan
urusan pemerintah pusat. Akan tetapi adalah berat sekali bagi Pemerintah Pusat
untuk menyelenggarakan seluruh urusan pemerintahan di daerah yang masih menjadi
wewenang dan tanggung jawabnya itu dasar dekonsentrasi, mengingat terbatasnya
kemampuan perangkat Pemerintah Pusat di daerah.
Ditinjau dari segi
daya guna dan hasil guna adalah kurang dapat dipertanggungjawabkan apabila
semua urusan Pemerintah Pusat di daerah harus dilaksanakan sendiri oleh
perangkatnya di daerah karena hal itu akan memerlukan tenaga dan biaya yang
sangat besar jumlahnya. Lagi pula mengingat sifatnya, berbagai urusan sulit
untuk dapat dilaksanakan dengan baik tanpa ikut sertanya Pemerintah Daerah yang
bersangkutan. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut maka UU ini
memberikan kemungkinan untuk dilaksanakannya berbagai urusan pemerintahan di
daerah menurut asas tugas pembantuan.
Selanjutnya
berdasarkan asas-asas tersebut maka dalam proses penyelenggaraan pemerintahan
di dalam praktek terdapat beberapa asas lagi yang perlu diperhatikan sebagai
berikut :
1).
Asas Kepastian Hukum
Artinya pemerintah
apabila akan menetapkan keputusan harus memenuhi syarat-syarat material dan
syarat-syarat formal. Syarat material yang dimaksud disini adalah menuntut
adanya kewenangan dalam bertindak, sedangkan persyaratan formal mengenai bentuk
dari pada keputusan yang telah ditetapkan.
Sehingga di dalam
membuat keputusan-keputusan, persyaratan formal dan material tersebut harus
dipegang teguh agar dalam membuat keputusan jangan sampai terjadi kesalahan
yang akan berakibat merugikan masyarakat.
2).
Asas Kesamaan
Artinya
pejabat-pejabat instansi pemerintah atau departemen dalam mengambil tindakan
terhadap penyelesaian kasus-kasus yang sifatnya sama harus sama dan tidak boleh
bertentangan yang berdasarkan prinsip-prinsip keadilan. Pada pasal 27
Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan bahwa setiap warga negara atau bangsa
Indonesia mempunyai kesamaan hak dan kewajiban.
3).
Asas Bertindak Cermat
Artinya bahwa
pemerintah berkewajiban memberikan petunjuk dan pengarahan terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang, seandainya
hal tersebut telah diketahui secara pasti berdasarkan hasil penelitian. Apabila
hal tersebut tidak diumumkan dan diberitahukan kepada masyarakat yang
bersangkutan maka pemerintahlah yang harus menanggung resiko.
Misalnya: masalah
kemungkinan akan terjadinya krisis energi khususnya air pada tahun 1980/1981.
4).
Asas Keseimbangan
Artinya bahwa
pemerintah dalam menetapkan keputusan hendaknya mempertimbangkan benar-benar
terhadap keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian (kesalahan yang
diperbuat oleh seorang pegawai).
Contoh: Apabila
seseorang pegawai atau pejabat telah melakukan perbuatan hukum dan telah
melanggar Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1974 atau Keputusan Presiden No.10
Tahun 1974 atau Keputusan Presiden No.9 Tahun 1977, maka dalam penyelesaian
kasus tersebut harus benar-benar ada keseimbangan keputusan hukum yang telah
dilangggar, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980.
5).
Asas Motivasi Untuk Setiap Keputusan
Artinya bahwa
setiap keputusan instansi-instansi pemerintah dan lembaga-lembaga negara non
departemen harus didasarkan atas suatu penelitian yang benar-benar obyektif,
sehingga setiap keputusan yang ditetapkan dapat dimengerti dan diterima oleh
semua pihak untuk mengurangi kemungkinan terjadinya naik banding akibat keputusan
yang telah ditetapkan bagi pihak-pihak yang dirugikan.
6).
Asas Keadilan dan Kewajaran
Artinya adalah
sesuatu yang terlarang dan apabila instansi dan badan-badan pemerintahan
bertindak bertentangan dengan asas ini, maka tindakan itu dapat dibatalkan
berdasarkan atas peraturan perundangan yang berlaku.
7).
Asas Permainan yang Layak
Artinya bahwa instansi-instansi pemerintah harus memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada rakyat dalam mencari kebenaran dan keadilan
sebagaimana mestinya. Asas ini memungkinkan bagi rakyat untuk naik banding
terhadap adanya keputusan yang tidak adil melalui badan-badan peradilan,
sehingga seseorang diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk membela diri
dan memberikan argumentasi-argumentasi sebelum dijatuhkan sesuatu keputusan
terhadap diri yang bersangkutan.
8).
Asas Pengharapan yang Wajar
Artinya bahwa
penetapan suatu keputusan hendaknya didasarkan pada standar persyaratan yang
jelas dan tegas serta berlaku bagi setiap warga negara yang memenuhi persyaratan
menurut perundang-undangan yang berlaku.
9).
Asas Kebijaksanaan
Artinya pemerintah
dalam menentukan kebijaksanaan untuk menyelenggarakan kepentingan umum (public service) hendaknya
berimpli-kasikan kepada :
a. Pengetahuan yang tandas berdasarkan
pada analisa situasi yang dihadapi.
b. Rencana dan program penyelesaian UUD
1945 serta peraturan perundangan yang berlaku.
c. Mewujudkan rencana dan pelaksanaan
program penyelesaian untuk mengatasi situasi dengan tindakan-tindakan perbuatan
dan penjelasan yang tepat dan cepat sesuai dengan kebutuhan yang dituntut oleh
situasi yang dihadapi.
10).
Asas Perlindungan terhadap Pandangan Hidup
Artinya bahwa
setiap keputusan hendaknya didasarkan pada moral Pancasila dan pelaksanaan
Undang-Undang Dasar 1945 serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
11).
Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Artinya
kepentingan umum mengatasi segala kepentingan individu sehingga dalam
penyelenggaraan pemerintahan tidak mengakui kepentingan individu sebagai
hakekat pribadi manusia, sehingga kepentingan umum berada di tempat teratas.
12).
Asas Koordinasi dan Asas Kesatuan Arah
Artinya bahwa asas
koordinasi dan unity of direction itu
menjadi pelengkap dan keharusan setelah dilaksanakannya sebelas asas tersebut,
sehingga proses penyelenggaraan pemerintahan benar-benar terarah kepada suatu
sasaran yang hendak dicapai sebagaimana tersebut dalam Mukadimah UUD 1945.
DEKONSENTRASI
, DESENTRALISASI DAN TUGAS PEMBANTUAN
A.
Dekonsentrasi
Dekonsentrasi
berarti delegasi kewenangan kepada pejabat-pejabat pemerintah pusat kepada
bawahan yang berada di daerah (di luar pusat) dan masing-masing mempunyai
daerah jabatan atau wilayah jabatan menurut tingkat-tingkat hirarkhi yaitu tingkat-tingkat kewenangan
atau hak untuk bertindak dan mengambil keputusan-keputusan atas inisiatif
sendiri (delegation of authority) mengenai
wilayah-wilayahnya.
Jadi
yang diserahkan ke bawah hanyalah wewenang untuk bertindak dan wewenang untuk
mengambil keputusan, sedang tanggung jawab terhadap masyarakat (Dewan
Perwakilan Rakyat) tetap berada pada tangan pejabat yang tertinggi.
Dekonsentrasi ini dahulu disebut desentralisasi jabatan (ambteleijke desentralisatie). Sekedar
untuk perbandingan dapatlah disini dikemukakan beberapa perumusan sebagai
berikut :
1).
A.M. Donner
Dekonsentrasi
adalah pengarahan pada pengumpulan semua kekuasaan memutuskan pada satu atau
sejumlah jabatan yang sedikit-sedikitnya. Sebaliknya desentralisasi menunjuk
pada gejala bahwa kekuasaan itu makin dibagi-bagikan pada berbagai
jabatan-jabatan. Dekonsentrasi dan desentralisasi itu dapat dibedakan antara
yang vertikal dan horizontal.
2).
Amrah Muslim S.H
"Dekonsentrasi
ialah penyerahan sebagian dari kekuasaan pemerintah pusat pada alat-alat
pemerintah pusat yang ada di daerah."
3).
S.L.S. Danoeredjo S.H.
a.
Dekonsentrasi
secara tidak teknis adalah tindakan mengambil atau melepaskan dari suatu pusat
yang sama.
b.
Dekonsentrasi
secara teknis berarti pelimpahan wewenang dari organ-organ lebih tinggi kepada
organ-organ bawahan setempat dan administratif.
Menurut sendi
dekonsentrasi seluruh wilayah negara dibagi dalam daerah-daerah administratif
atau daerah jabatan yang masing-masing dikepalai oleh wakil pemerintah pusat.
Dalam
Undang-undang Dasar 1945 telah dijelaskan bahwa bentuk dan susunan pemerintah daerah itu harus mengingat dasar
permusya-waratan dalam sistem pemerintahan negara serta hak-hak asal usul dalam
daerah-daerah yang bersifat istimewa.
Dalam Penjelasan
Undang-undang Dasar 1945 telah disebutkan atau ditunjukkan bahwa :
a. Daerah tidaklah bersifat sebagai negara
(staat).
b. Wilayah Indonesia mula-mula akan dibagi
dalam propinsi-propinsi yang kemudian dibagi lagi dalam daerah-daerah yang
lebih kecil.
c. Daerah itu bersifat bisa otonom dan
bisa pula bersifat administratif.
d. Daerah otonom di bawah perwakilan
daerah sesuai dengan dasar permusyawaratan dalam sistem permufakatan negara.
e. Ketentuan-ketentuan tersebut tidak
berlaku bagi daerah-daerah yang bersifat istimewa yakni daerah-daerah swapraja.
Jadi dekonsentrasi
adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah, Kepala Wilayah atau kepala Instansi
vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabatnya di daerah.
Oleh karena
tidak semua urusan pemerintahan dapat
diserahkan kepada daerah menurut asas desentralisasi, maka penyelenggaraan
berbagai urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh perangkat pemerintah
di daerah berdasarkan asas dekonsentrasi.
Urusan-urusan yang
dilimpahkan oleh pemerintah ini tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat
baik mengenai perencanaan, pelaksanaan maupun pembiayaannya. Unsur pelaksananya
terutama instansi-instansi vertikal yang dikoordinasikan oleh kepala daerah
dalam kedudukannya selaku perangkat pemerintah pusat, tetapi kebijaksanaan
terhadap pelaksanaan urusan dekonsentrasi tersebut sepenuhnya ditentukan oleh
pemerintah pusat.
B.
Desentralisasi
Desentralisasi
adalah "menunjuk pada proses pendelegasian dari pada tanggung jawab
terhadap sebagian dari administrasi negara kepada badan-badan
(korporasi-korporasi) otonom (bukan kepada jabatan) dan tidak hanya mengenai
kewenangan dari sesuatu urusan tertentu."
Sekedar
untuk perbandingan dapat pula dikemukakan perumusan yang berikut:
1).
Amrah Muslim S.H.:
"Desentralisasi
adalah pembagian kekuasaan kepada badan-badan dan golongan dalam masyarakat
untuk mengurusi rumah tangganya
sendiri”.
2).
S.L.S. Danoeredjo S.H.
"Desentralisasi
berarti pelimpahan wewenang dalam otonomi dari organ-organ lebih tinggi
(pemerintah pusat) kepada organ-organ otonom (Kepala Daerah Swatantra atau
Daerah Istimewa Tingkat I dan II serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerahnya)”.
Dengan
mengemukakan kutipan perumusan-perumusan di atas jelas kiranya bahwa arti
dekonsentrasi dan desentralisasi dengan catatan bahwa rumusan Danoeredjo itu kurang tepat: pelimpahan
itu kepada daerah sebagai badan hukum dan tidak kepada organ-organnya.
Jadi
desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat atau daerah
tingkat atas kepada daerah yang menjadi urusan rumah tangganya.
Urusan-urusan
pemerintahan yang telah diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas
desentralisasi pada dasarnya menjadi wewenang dan tanggung jawab daerah
sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa sepenuhnya diserahkan kepada daerah, baik
yang menyangkut penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, maupun yang
menyangkut segi-segi pembiayaannya.
Dengan
mengemukakan hal desentralisasi itu berarti bahwa pemba-hasan sistem
pemerintahan disini telah memasuki administrasi pemerin-tahan taraf pusat. Jadi
administrasi pemerintahan di Indonesia dapat dilihat pada taraf pusat dan
daerah, tetapi keduanya tidak dapat dipisahkan oleh karena administrasi
pemerintahan daerah merupakan kelanjutan daripada administrasi pemerintahan
pusat, sehingga merupakan sebagian dari administrasi negara secara keseluruhan.
Dalam
usaha untuk mengadakan suatu pembagian kerja, pemerintah pusat mendelegasikan
wewenangnya kepada pemerintah daerah yang bertindak atas nama daerah sebagai
badan otonom. Jadi administrasi pemerintahan daerah timbul melalui pelimpahan
wewenang yang dilaksana-kan melalui sistem desentralisasi.
Menurut
Prof. Dr. Selo Sumardjan, sistem
desentralisasi adalah sistem pemerintahan yang paling sesuai dengan kondisi
geografis dan politis di Indonesia. Dengan penggunaan sistem desentralisasi
tersebut dimaksudkan:
1).
Untuk meringankan beban dan tugas pemerintah pusat.
Tugas pemerintah
dari suatu negara yang sedang dalam taraf pertama mengadakan pembangunan di
segala bidang kegiatan, memerlu-kan kecakapan dan pengalaman yang melampaui
batas kemampuan pemerintah pusat, apabila tidak dibantu oleh pemerintah daerah
untuk menanggapi kepentingan dan aspirasi masyarakat di derah. Keadaan ini
memerlukan desentralisasi yang bersifat fungsional dan desentralisasi yang
bersifat teritorial.
2).
Untuk meratakan tanggung jawab.
Sesuai dengan
sistem demokrasi, maka tanggung jawab pemerin-tahan dapat dipikul rata oleh
seluruh masyarakat yang diikut sertakan melalui desentralisasi fungsional dan
desentralisasi teritorial, hal mana dapat memperbesar stabilitas pemerintahan
pada umumnya.
3).
Untuk mobilisasi potensi masyarakat banyak buat kepentingan umum.
Melalui
desentralisasi diberikan kesempatan kepada kekuatan-kekuatan di dalam
masyarakat untuk ikut serta mengembangkan diri buat kepentingan umum di dalam
daerah mereka masing-masing dan juga buat kepentingan nasional. Dengan demikian
dapat pula ditimbulkan persaingan yang sehat untuk membangun tiap-tiap daerah
dengan kekuatan masyarakat di daerah-daerah itu sendiri.
4). Untuk
mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam pengurusan kepentingan daerah.
Sudah barang tentu
masyarakat di daerahlah yang lebih mengetahui kepentingan dan aspirasi mereka
dan oleh karena itu maka mereka itulah yang dapat mengatur dan mengurusi
kepentingannya secara efektif dan efisien. Di dalam hal ini pemerintah pusat
cukup memberikan dorongan, bimbingan, bantuan apabila diperlukan.
Sedangkan
faktor-faktor yang memperkuat dilaksanakannya sistem desentralisasi itu adalah:
1)
Adanya suku-suku bangsa yang berbeda
dalam bahasa, adat istiadat dan kebudayaan.
2)
Komunikasi dan transpor yang belum
memenuhi syarat.
Tanpa menyinggung sebab-sebabnya maka harus diakui bahwa komunikasi
lewat radio, telepon dan pos antar kota dan antar pulau di Indonesia tidak
memenuhi syarat-syarat komunikasi yang cepat dan murah. Hal ini dijumpai pula
dalam perhubungan darat, laut dan udara. Oleh karena itu tidak mungkin lagi
pemerintah pusat untuk menjalankan pemerintahan dengan cepat dan efisien sampai
pelosok-pelosok daerah. Yang demikian itu memaksa pemerintah pusat untuk
mengadakan pemerintah daerah.
3)
Keadaan politik yang tidak stabil di
tingkat pusat, yang menyebabkan penggantian kabinet berkali-kali.
Setiap kali suatu
kabinet menjadi demisioner, maka pemerintah pusat di luar bidang routine terhenti dan pimpinan kepada
daerah menjadi lemah sekali. Karena itu pemerintah daerah acapkali memberanikan
diri untuk menentukan kebijaksanaan dan mengambil tindakan sendiri-sendiri
untuk memecahkan persoalan, khususnya hal-hal teknis yang perlu segera
mendapatkan penyelesaian.
4)
Kekurangmampuan pemerintah pusat untuk
membimbing dan memecahkan persoalan-persoalan daerah.
Pada umumnya
pemerintah daerah cukup setia dan bersedia untuk mengikuti keputusan-keputusan
dan pedoman-pedoman dari pemerintah pusat. Akan tetapi pemerintah pusat
seringkali terlambat dalam memberikan keputusan dan pedoman-pedoman yang sangat
diperlukan oleh pemerintah daerah. Lagi pula kerap kali kejadian pemerintah
pusat tidak dapat mencukupi keperluan-keperluan yang sangat dirasakan oleh
pemerintah daerah. Di dalam keadaan darurat yang kerap kali terjadi, maka
pemerintah daerah terpaksa mengambil keputusan dan menjalankan
tindakan-tindakan sendiri tanpa menunggu ijin dari pemerintah pusat.
5)
Perbedaan paham antara masyarakat
Jakarta dan masyarakat di luar daerah Jawa Barat.
Setiap pemerintah
daerah tidak dapat menghindarkan diri dari pengaruh politik yang hidup di dalam
masyarakat daerahnya dan merupakan suatu gejala yang tidak dapat diingkari
lagi. Bahwa perbedaan paham politik antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah (Sipil atau Militer) dapat mengakibatkan pertentangan politik dan
phisik, di mana sudah beberapa kali menjadi kenyataan di dalam sejarah Republik
Indonesia.
Dari
pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa pertim-bangan utama yang
mengharuskan dilaksanakannya desentralisasi adalah untuk dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat-masyarakat setempat dengan lebih baik lagi. Jadi,
desentralisasi adalah suatu cara untuk mengadakan pembagian serta pemilihan
tugas kewajiban yang dibebankan kepada Pusat dan Daerah agar kebutuhan
masyarakat dapat dipenuhi, sehingga desentralisasi merupakan sistem
Pemerintahan yang paling sesuai dengan kondisi geografis dan politis di
Indonesia pada dewasa ini.
C.
Tugas Pembantuan (Medebewind)
Selain itu
terdapat pula tugas lain dalam penyelenggaraan pemerintah daerah yang lazim
disebut dengan istilah medebewind (tugas
pembantuan).
Medebewind adalah
pemerintahan di mana pelaksanaan undang-undang dan peraturan-peraturan
Pemerintah Pusat diserahkan kepada Daerah. Segala sesuatu yang
di-medebewind-kan itu ialah peraturan-peraturan yang berasal dari Pemerintah
Pusat atau Daerah yang lebih tinggi tingkatannya kepada Daerah di bawahnya,
sehinga dengan demikian pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah.
Dengan
demikian pemerintahan di daerah dapat dibedakan menjadi: pertama, Pemerintah Daerah itu sendiri sebagai daerah otonom yang
mempunyai hak-hak otonomi dan penyelenggaraan pemerintahan untuk melaksanakan
peraturan dari Pemerintah Pusat atau Daerah yang lebih tinggi tingkatannya yang
bersifat pembantuan. Kedua,
Pemerintah Daerah dalam rangka dekonsentrasi biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar